Kamis, 25 Agustus 2016

Peraturan Yang Berkaitan Dengan Industri Farmasi

Peraturan Perundangan-undangan terkait Industri Farmasi yang berlaku di Indonesia, antara lain:
 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang industri farmasi
Permenkes diatas dibuat atas beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan dalam industri farmasi, yaitu :
a. pengaturan tentang Industri Farmasi yang komprehensif sangat diperlukan dalam mengantisipasi penerapan perdagangan internasional di bidang farmasi;
b. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 245/Menkes/SK/X/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi sudah tidak sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 245/Menkes/SK/X/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan. Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2013 tentang perubahan atas peraturan menteri kesehatan nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang industri farmasi
Alasan Diterbitkan Permenkes Baru (Permenkes No. 16 Tahun 2013) bahwa dalam rangka menjamin keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu obat dan/atau bahan obat serta ketersediaannya bagi masyarakat, perlu memberikan landasan hukum yang memacu percepatan pembaharuan izin industri farmasi sesuai ketentuan yang berlaku, dan industri farmasi masih banyak yang belum melakukan pembaharuan izin sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1799/Menkes/Per/ XII/2010 tentang Industri Farmasi. Sementara izin industri ini harus selalu diperbarui sebagai salah satu cara untuk mengontrol industri farmasi agar selalu memenuhi aspek CPOB. Apabila hal ini dapat dijamin maka obat yang diproduksi oleh industri yang bersangkutan tentu akan terjamin pula mutunya.
Persyaratan pengurusan izin industri farmasi dalam Permenkes ini sama dengan syarat pada Permenkes sebelumnya, hanya saja waktu penerbitan surat izinnya lebih cepat dikeluarkan, yakni paling lama dalam waktu empat belas hari kerja sejak diterimanya permohonan pembaharuan izin industri farmasi dan dinyatakan lengkap, tidak seperti permenkes lama (Permenkes No. 1799 tahun 2010) yang membutuhkan proses yang lama dan berbelit.
 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. Hk.03.1.3.12.11.10693 Tahun 2011 tentang pengawasan pemasukan bahan baku obat
Peraturan ini diperlukan karena obat yang digunakan untuk kepentingan produksi industri farmasi juga kemungkinan dapat disalahgunakan untuk produksi obat secara ilegal.
 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. Hk.04.1.33.02.12.0883 tahun 2012 tentang dokumen induk industri farmasi dan industri obat tradisional
Menurut Peraturan ini, Industri Farmasi dan Industri Obat Tradisional wajib membuat dan menyerahkan DI-IF/IOT kepada Kepala Badan. Penyerahan wajib ditembuskan kepada Kepala Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan setempat. Pelanggaran terhadap peraturan tersebut akan dikenakan sanksi administratif berupa:
 peringatan tertulis
 pembekuan Sertifikat CPOB/CPOTB, atau
 penghentian sementara kegiatan.
 Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor : Hk.00.05.23.3874 tentang Pelaksanaan Pelaporan Informasi Industri Farmasi
Untuk menunjang pengembangan industri farmasi diperlukan informasi kegiatan industri farmasi yang jelas dan memadai, dan data informasi kegiatan industri farmasi harus terkumpul dan lengkap serta berkesinambungan.
 Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 5143/A/SK/73 tentang Status Badan Hukum Pabrik Farmasi
Menurut peraturan ini, Pabrik Farmasi harus berbentuk badan hukum berupa Perseroan Terbatas (PT). Apabila pabrik Farmasi tersebut tidak memenuhi status sebagai PT, maka izin pabriknya batal dengan sendirinya.
 Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor : HK.00.05.3.02706 Tahun 2002 tentang Promosi Obat
Pada dasarnya aturan tersebut menyatakan industri farmasi ataupun pedagang besar farmasi dilarang memberikan bonus/hadiah berupa uang (tunai,bank-draft, pinjaman, voucher atau tiket) dan atau barang kepada penulis resep yang meresepkan obat produksinya dan atau obat yang didistribusikannya.
Selain Peraturan Perundangan-undangan di atas, apoteker sebaiknya juga membekali diri dengan pengetahuan akan peraturan perundang-undangan lain yang terkait, seperti:
 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1995 tentang izin usaha industri
 Keputusan Presiden No. 16 Tahun 1987 Tentang : Penyederhanaan Pemberian Ijin Usaha Industri
 Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan pelaksanaannya.

Undang Undang Tentang Industri Farmasi

INDUSTRI FARMASI
               Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 1799/Menkes/XII/2010 Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Pembuatan obat adalah seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat yang meliputi pengadaan bahan awal dan bahan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu, dan pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk didistribusikan.
              Industri farmasi dibagi dalam dua kelompok yaitu industri padat modal dan industri padat karya. Industri padat modal adalah industri yang menggunakan mesin-mesin produksi dalam jumlah yang lebih besar daripada jumlah tenaga kerjanya, sedangkan industri padat karya lebih banyak menggunakan tenaga manusia dari pada tenaga mesin.
             Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010:
1. Pasal 1 Ayat 3, mendefinisikan Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri           Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat.
2. Pasal 1 ayat 4, pembuatan obat adalah seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat, yang meliputi pengadaan bahan awal dan bahan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu, dan pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk didistribusikan.
3. Pasal 1 Ayat 2, bahan obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan standar dan mutu sebagai bahan baku farmasi.
4. Pasal 1 Ayat 1, Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia.

Perizinan Industri Farmasi

Izin usaha industri farmasi
Diberikan oleh Menteri Kesehatan danwewenang pemberian izin dilimpahkan oleh Badan Pengawasan Obat danMakanan (Badan POM). Izin ini berlaku seterusnya selama perusahaanindustri farmasi tersebut masih berproduksi dengan perpanjangan izin setiap 5 tahun.
Sedangkan untuk industri farmasi yang modalnya berasal dari Penanaman Modal Asing (PMA), izin masa berperizinanlakunya sesuai dengan ketentuan dalam UU No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Peraturan Pelaksanaannya.
       



Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi
Pencabutan izin usaha industri farmasi dilakukan apabila industri yang bersangkutan melakukan pelanggaran :
1.Melakukan pemindah tanganan hak milik izin usaha industri farmasidan perluasan tanpa izin.
2.Tidak menyampaikan informasi industri secara berturut-turut 3 kali atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang   tidak benar.
3.Melakukan pemindahan lokasi usaha industri farmasi tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
4.Dengan sengaja memproduksi obat jadi atau bahan baku yang tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku (obat palsu).
5.Tidak memenuhi ketentuan dalam izin usaha industri farmasi.
Dasar hukum :
  • Permenkes 1175 tahun 2010 tentang Izin Produksi Kosmetika
    • Izin Produksi Kosmetika terdiri dari pengurusan izin baru, perpanjangan izin, perubahan izin (pindah lokasi, pergantian direktur, pergantian penanggung jawab).
    • Izin Produksi Kosmetika terdiri dari dua golongan, yakni golongan A dan B. Golongan A harus memiliki penanggung jawab Apoteker, sementara golongan B harus memiliki penanggung jawab tenaga teknis kefarmasian. Industri kosmetika golongan A harus memiliki laboratorium.
    • Selain persyaratan di bawah ini, untuk menerbitkan izin produksi kosmetika harus ada rekomendasi Dinkes Provinsi dan BPOM.
  • Persyaratan

    • Surat permohonan (Sesuai Lampiran 1 pada Permenkes 1175)
    • Nama Direktur
    • Fotokopi KTP pemilik/Direksi Perusahaan
    • Susunan Direksi dan Anggota
    • Pernyataan Direksi dan anggota tidak terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang Farmasi
    • Fotokopi Akte Notaris Pendirian Perusahaan
    • Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
    • Fotokopi izin usaha industri / tanda daftar industri (legalisir)
    • Denah bangunan yang disahkan oleh Kepala BPOM
    • Daftar peralatan dan mesin-mesin yang digunakan
    • Bentuk sediaan yang diproduksi
    • Asli Surat Pernyataan Kesediaan Bekerja sebagai Penanggung Jawab
    • Fotokopi Ijazah dan STR Penanggung Jawab (Legalisir)
    • Bukti pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak

Peran Apoteker Dalam Industri Farmasi

Produksi
Bagian produksi bertugas untuk menjalankan proses produksi sesuai prosedur yang telah ditetapkan dan sesuai dengan ketentuan CPOB dan cGMP terbaru dan harus selalu update karena obat merupakan komoditi yang memerlukan perlakuan khusus dari mulai bahan baku sampai pengemasan obat.
Pengawasan mutu (QC)
Bagian pengawasan mutu (QC) bertanggung jawab penuh dalam seluruh tugas pengawasan mutu mulai dari bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi.
Pemastian mutu (QA)
Bagian pemastian mutu (QA) bertugas untuk memverifikasi seluruh pelaksanaan proses produksi, pemastian pemenuhan persyaratan seluruh sarana penunjang produksi, dan pelulusan produk jadi. Dalam hal ini, pemastian mutu adalah suatu konsep luas yang mencakup semua hal yang akan mempengaruhi mutu dari obat yang dihasilkan, seperti personel, sanitasi dan higiene, bangunan, sarana penunjang, dan lain-lain.
Penelitian dan pengembangan (Research & Development/R&D)
Di bagian penelitian dan pengembangan, baik untuk obat baru ataupun me too product, farmasis atau apoteker berperan dalam menentukan formula, teknik pembuatan, dan menentukan spesifikasi bahan baku yang digunakan, produk antara, dan produk jadi. Pengembangan produk ini dilakukan mulai dari skala laboratorium, skala pilot, hingga skala produksi. Di beberapa industri, bagian pengembangan produk juga bertanggung jawab terhadap desain kemasan produk.
PPIC (Production Planning and Inventory Control)
Bagian ini bertugas merencanakan produksi dan mengendalikan keseimbangan antara persediaan dengan permintaan sehingga tidak terjadi overstock maupun understock. Bagian PPIC ini biasanya juga bergabung dengan bagian gudang (gudang bahan baku, bahan kemas, dan produk jadi) dan dikepalai oleh seorang Apoteker.
Pembelian (Purchasing)
Bagian pembelian melayani pembelian bahan baku dan bahan kemas yang dibutuhkan baik untuk proses produksi, proses penelitian dan pengembangan produk, maupun untuk pengujian-pengujian yang dilakukan QC. Kepala atau manager pembelian sebaiknya seorang Apoteker karena apotekerlah yang mengetahui tentang bahan baku dan bahan kemas itu sendiri beserta dokumen-dokumen penyertanya sehingga perusahaan tidak salah memilih atau tertipu oleh supplier (pemasok bahan baku atau bahan kemas).
Registrasi
Dalam registrasi obat ke Badan POM diperlukan dokumen-dokumen yang harus disiapkan, seperti dokumen bahan aktif, formula, proses pembuatan, data uji disolusi terbanding, data uji stabilitas, BA/BE dan lain-lain. Data-data tersebut yang mengerti adalah seorang farmasis.
Promosi obat kepada tenaga profesional lain (medical representative)
Apoteker dapat mempromosikan obat kepada tenaga profesional lain seperti kepada dokter karena apotekerlah yang paling mengerti tentang obat sehingga dapat menjelaskan keunggulan produk yang ditawarkannya dari sisi ilmiah. Industri farmasi sekelas novartis dan Pfizer mengharuskan seorang medical representatifnya minimal seorang sarjana farmasi bukan sarjana diluar farmasi dan apoteker.
Mengapa posisi tersebut diatas diharuskan atau dianjurkan seorang farmasi atau apoteker ? kenapa tidak sarjana lainnya ?
Karena obat adalah komoditi khusus yang memerlukan perlakuan khusus mulai dari bahan baku sampai proses kemasannya tidak sembarang keilmuan dapat menangani komoditi obat.
Karena seorang Apoteker dibekali keilmuan terkait farmasi industri secara keseluruhan dari tingkat produksi sampai tingkat manajemen farmasi industri, tidak hanya pada bidang keilmuan farmasi klinis

Industri Farmasi